Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes (2018) melaporkan prevalensi penyakit Stroke di Indonesia berdasarkan diagnose dokter mencapai 10,9% pada penduduk usia ≥ 15 tahun. Sementara hasil Riskesdas pada tahun 2013 hanya sebesar 7,0%. Artinya selama 5 tahun, prevalensi penyakit Stroke mengalami kenaikan sebesar 3,9%, dan angka ini diyakini akan terus naik setiap tahunnya. Belum lagi yang hanya mengalami gejala stroke dan terdeteksi oleh tenaga kesehatan, angkanya lebih tinggi yaitu sebesar 12,1% (Riskesdas, 2013). Perlu dipahami bahwa penyakit Stroke masuk dalam kategori penyakit tidak menular (PTM) yang secara teori sebenarnya bisa dicegah dengan mengendalikan faktor risiko terjadinya stroke. Dan faktor utama penyebab stroke adalah hipertensi, selain itu juga faktor risiko lainnya adalah merokok, diabetes melitus dan dispidemia sehingga mengakibatkan stroke iskemik dan stroke haemoragic. (N & B, 2015). Dan perlu dipahami bahwa baik hipertensi maupun stroke, keduanya adalah penyakit degenerative, dimana semakin bertambah usia maka risiko terjadinya penyakit ini semakin bertambah. Salah satu yang bisa digunakan adalah dengan music therapy. Mendengarkan musik dengan ritme yang tetap dan tenang akan berpengaruh kuat terhadap seseorang sehingga tercipta keadaan rileks. Keadaan yang selalu rileks dan terbebas dari stress inilah yang diharapkan menurunkan risiko terjadinya hipertensi dan berimbas pada menurunnya risiko terjadinya stroke. Sehingga gerakan mendengarkan musik yang tenang pada lansia akan berefek positif pada menurunnya risiko terjadinya stroke pada lansia. Oleh karena itu, terapi musik banyak direkomendasikan bagi lansia untuk mencegah penyakit stroke.
PDF : File Artikel

Isi naskah artikel yang dimuat pada Golantang seluruhnya menjadi tanggungjawab penulis atau di luar tanggungjawab panitia