Seorang pakar mengungkapkan bahwa “Embrio terorisme dapat muncul dari seorang anak yang tidak mendapat ruang untuk berkomunikasi di dalam lingkungan keluarga. Seorang anak kemudian mencari ruang tersebut ke relasi di luar keluarga.”

Menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu: Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

Kemudahan mengakses informasi terkait aksi terorisme dari internet membuat peran keluarga dalam pembinaan anggotanya menjadi penting. Orangtua memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mendidik, memantau, mengarahkan anak-anaknya terhadap akses informasi, baik melalui media sosial, internet, maupun komunitas lingkungannya. Kurangnya perhatian terhadap anggota keluarga dalam konteks ini memperlebar ruang yang nyaman bagi mereka terjerat ke dalam jaringan terorisme.

Sedekat-dekatnya seseorang dengan orang lain, keluarga sendirilah yang lebih dekat. Oleh karena itu, penanggulangan terorisme harus dimulai dari keluarga. Pembinaan di tingkat keluarga akan mempersempit ruang dan mengikis sumber daya teroris. Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah masyarakat dapat menjadi benteng memilah arus informasi yang diterima melalui tradisi dan cara khas yang dimiliki tiap keluarga.

Keluarga menjadi ujung tombak penangkal terorisme, bagaimana keluarga menciptakan tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak dan semua keluarga lainnya untuk saling terbuka dan berdiskusi informasi yang mereka terima. 

Suasana yang demokratis dikeluarga akan membuat suasana hangat dirumah, sehingga orang tua bisa mengasuh dan mengontrol anak tanpa anak merasakan beban diawasi orang tua. Komunikasi yang baik akan memberi pembelajaran tentang sikap toleransi dan saling menghargai. Keluarga juga bisa menjadi tempat diskusi tentang keberagaman yang dimiliki, mulai dari hal terkecil dikeluarga hingga yang besar yang melingkupi kehidupan sosial dan bernegara, sehingga anak diajarkan bagaimana menghadapi perbedaan pendapat, bersikap demokratis dan terhindar dari mamaksakan kehendak.

Delapan fungsi keluarga yaitu fungsi agama, sosial budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan lingkungan, yang diterapkan dengan baik, maka tidak akan sulit untuk menerapkan model asuh yang demokratis. Hasil yang akan dicapai adalah anggota keluara/ induvidu yang berkualitas, keluarga yang tangguh dan akan mewujudkan masyarakat yang berbudaya baik dan mendorong menjadi negara yang kuat.

Keluarga korban dari aksi teror, keluarga pelaku terorisme juga perlu mendapat perhatian. Mereka perlu diarahkan, dirawat, dan diperlakukan dengan baik. Jangan sampai mereka dimarjinalkan sebab pemarjinalan dapat membuat mereka menjadi sel-sel atau jaringan baru terorisme.

Pembinaan keluarga pelaku terorisme dilakukan dengan kerjasama masyarakat lingkungannya dan lintas instansi pemerintah. Pembinaan tersebut melalui berbagai pendekatan: agama, ekonomi, pendidikan ataupun sosial budaya. Misalnya dengan memberi pelatihan keterampilan yang dapat menopang ekonomi keluarga, membangun sebuah pesantren yang menampung anak-anak para teroris dengan memberi pemahaman yang benar sehingga mereka tidak mengikuti kesalahan orang tua mereka yang telah menjadi teroris.

Sumber :

  1. https://satyagatra.bkkbn.go.id/frontpage
  2. https://deskwasbang.polkam.go.id/portfolio/peran-keluarga-mencegah-terorisme/
  3. https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2023/03/15/514/1129223/pencegahan-terorisme-bisa-dimulai-dari-keluarga

 

 

 

Sumber :
CeFas dari berbagai sumber