Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang.
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

Sepenggal puisi WS Rendra yang berjudul ‘Sajak Seorang Tua Untuk Istrinya’ terasa pas membuka tulisan tentang lansia (lanjut usia). Konon tua bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kekuatan yang sudah teruji. Saat tua memang kondisi fisik mulai melemah dan encok terasa kian akrab. Namun menjadi tua juga berarti telah memenangkan separuh hidup dengan gemilang.

Menua dengan sehat dan mandiri tentunya adalah cita-cita semua orang. Kemandirian lansia bisa diukur dengan skala Activity of Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Penilaian kemandirian lansia tersebut kemudian dikelompokkan dengan batasan; (1) Mandiri, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain, (2) Ketergantungan sebagian, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas dengan beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain, dan (3) Ketergantungan sepenuhnya, yaitu lansia tidak dapat melakukan tugas tanpa bantuan orang lain.

Kondisi lansia dengan skala ketergantungan sebagian ataupun sepenuhnya membutuhkan  perawatan jangka panjang (PJP). PJP menurut BKKBN adalah proses pemberian bantuan dan dukungan jangka panjang kepada lansia yang tidak mampu merawat dirinya sendiri baik sebagian maupun total karena mempunyai keterbatasan dalam aspek fisik dan atau mental yang diberikan oleh pendamping profesional maupun pendamping informal.

Lansia dengan ketergantungan diharapkan tetap menerima intervensi aktivitas fisik sederhana dengan memperhatikan:

  1. Jadwal aktivitas fisik yang seimbang antara yang ringan dan sedang. Aktivitas ringan misalnya berjalan kaki perlahan, bermain catur dan menyulam. Aktivitas sedang misalnya senam lansia atau mengerjakan pekerjaan rumah yang enteng seperti mengelap meja, menyapu atau menyirami tanaman. Lansia dengan ketergantungan total dapat diberikan intervensi aktivitas fisik secara pasif yaitu dengan bantuan keluarga atau kader pendamping, misalnya menggerakkan leher, tangan dan kaki serta melatih gerakan jari-jari tangan dan kaki.
  2. Lansia perlu melakukan aktivitas fisik dengan rileks dan tidak terburu-buru karena bisa meningkatkan ketegangan dan kelelahan. Selain itu setiap kali lansia melakukan aktivitas fisik, mereka perlu memperhatikan postur dan kenyamanan posisi tubuh.
  3. Rumah dengan lansia perlu pengaturan agar aman dan nyaman. Selain itu juga perlu pengaturan pencahayaan dan menjauhkan benda-benda tajam untuk menghindari risiko cedera pada lansia.
  4. Lansia disarankan untuk berjemur sekitar 15-30 menit pada rentang waktu pukul tujuh sampai sepuluh pagi agar kebutuhan vitamin D yang sangat penting untuk mempertahankan kepadatan tulang dapat terpenuhi.

Aktivitas fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan status kesehatan dan kebugaran. Lebih lanjut, aktivitas fisik juga penting dalam program terapi dan rehabilitasi berbagai gangguan kesehatan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa lansia yang menikmati aktivitas fisik sebagai rekreasi dapat memicu otak melepaskan hormon endorfin, adrenalin, serotonin dan dopamin. Hormon-hormon tersebut bisa membantu menghilangkan rasa sakit dan mengurangi stres, memperbaiki nafsu makan dan mengatur siklus tidur, serta membuat suasana hati semakin baik.

Aktivitas fisik bukan obat untuk mengatasi penuaan, melainkan cara terbaik berdamai dengan penurunan fungsi tubuh. Menjadi tua itu pasti, tetapi bagaimana menjalani masa tua itu adalah pilihan. Seseorang dapat mengeluhkan encok di usia senjanya. Namun sebagaimana kata Rendra, bahwa mengenangkan encok hendaknya selaras dengan mengingat masa remaja yang gemilang.

Keterangan foto: Senam lansia di BKL Melati Sari 3 Desa Sokawera Kecamatan Padamara Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Sumber: Dokumentasi pribadi

Isi naskah artikel yang dimuat pada Golantang seluruhnya menjadi tanggungjawab penulis atau di luar tanggungjawab panitia