Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia yaitu mencapai 11,75% pada 2023. Hal ini menjadikan Indonesia masuk sebagai negara dengan Ageing Population dan provinsi Yogyakarta dinyatakan sebagai pemilik proporsi lansia terbesar yaitu mencapai 16,69%.
Pemerintah menetapkan langkah agar lanjut usia bisa tetap mandiri, sejahtera dan bermartabat melalui target pembangunan daerah terkait kelanjutusiaan antara lain: 1) peningkatan perlindungan sosial, jaminan pendapatan, dan kapasitas individu; 2) peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup lanjut usia; 3) pembangunan masyarakat dan lingkungan ramah lanjut usia, 4) penguatan kelembagaan pelaksana program kelanjutusiaan, 5) penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan terhadap hak lanjut usia (BPS, 2023).
Seiring bertambahnya usia, secara alamiah lansia akan mengalami penurunan fungsi fisiologis dan kognitif sehingga rentan terhadap berbagai masalah kesehatan seperti penyakit diabetes, jantung, penurunan massa otot dan penurunan fungsi indera penglihatan sehingga meningkatkan risiko jatuh. Kejadian jatuh pada lansia berusia diatas 55 tahun mencapai 49.4% sedangkan pada usia di atas 65 tahun mencapai 67,1% (Widowati Dkk, 2022). Sebanyak sepertiga dari lansia akan mengalami kejadian jatuh setidaknya sekali selama setahun. Kondisi sekunder dari kejadian jatuh dapat meningkatkan risiko dari cedera akibat jatuh misalnya, patah tulang pinggul dan cedera kepala. (Setiorini, A 2021). Kejadian jatuh sangat berbahaya bagi lansia karena bisa mengakibatkan kecacatan bahkan kematian. Proses penyembuhan juga biasanya memerlukan waktu lebih lama disebabkan kepadatan tulang dan regenerasi sel berbeda dengan orang saat masih muda.
Selain risiko jatuh, masalah lain yang menjadi isu pada lansia adalah kesepian. Di Indonesia persentase lansia dengan kesepian ringan sebanyak 69% persen, kesepian sedang 11%, dan kesepian berat 2% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kesepian dapat memberikan dampak buruk pada lansia pada berbagai gangguan psikologis seperti stress depresi hingga alzeimer (Saputri dkk, 2011). Dukungan sosial lingkungan mempengaruhi kondisi mental emosional pada lansia seperti kesepian, stress, kecemasan hingga depresi.
Dalam rangka mewujudkan lansia tangguh BKKBN mengembangkan program 7 Dimensi Lansia Tangguh yang terdiri dari : Dimensi Spiritual, Dimensi Intelektual, Dimensi Fisik, Dimensi Emosional, Dimensi Sosial Kemasyarakatan, DImensi Vokasional, dan Dimensi Lingkungan. Dari semua dimensi tersebut dimensi Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko kejadian jatuh pada lansia. Dari hasil uji statistik ditemukan bahwa lingkungan rumah memiliki hubungan signifikan dengan risiko jatuh pada lansia (Rudil, A, 2019)
Dimensi Lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian dibagi menjadi dua yaitu Lingkungan Fisik dan Lingkungan Bukan Fisik. Dimensi Fisik meliputi: Lingkungan beraktivitas, lingkungan bersih dan sehat, lingkungan alam sekitar yang aman dan nyaman, dan lingkungan yang ramah teknologi informasi bagi lansia. Sedangkan lingkungan bukan fisik meliputi lingkungan mental spiritual dan lingkungan sosial budaya. Berikut ini beberapa peran keluarga dalam mewujudkan dimensi lingkungan yang mendukung lansia:
- Lingkungan beraktivitas. Lansia membutuhkan kemudahan dalam menjangkau suatu benda atau tempat sesuai dengan kemunduran fisiknya. Sebagai contoh peran keluarga dalam mendukung keberadan lansia di rumahnya perlu memikirkan lokasi penempatan kamar mandi, kamar tidur yang mudah dijangkau, barang yang tertata rapi dan tidak mengganggu ruang gerak, posisi lantai dan pintu darurat agar memudahkan akses bagi lansia.
- Lingkungan bersih dan sehat. Untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat maka keluarga perlu memperhatikan pengelolaan sampah di setiap ruangan agar selalu dibuang sebelum penuh, menghindari genangan air untuk mencegah nyamuk demam berdarah, menghindari lantai yang licin, tidak rata, maupun basah karena meningkatkan risiko jatuh. Selain sirkulasi udara, pencahayaan juga perlu diupayakan agar suasana lebih segar dan hangat karena tempat lembab bisa menjadi sarang kuman. Penyimpanan barang elektronik dan berbahaya sebaiknya diletakkan aman dari jangkauan sehingga tidak membahayakan lansia.
- Lingkungan alam sekitar. Alam terdiri dari benda mati maupun benda hidup yang berada di sekitar lansia. Lingkungan dengan heran peliharaan yang terawat dan tanaman yang subur akan memberikan suasana nyaman sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup. Selain itu, keluarga juga bisa melibatkan lansia untuk berperan dalam kegiatan sederhana dalam rangka menjaga lingkungan alam seperti pengelolaan sampah 3R (Reduce, reuse, recycle) seperti: berkebun, mematikan listrik yang tidak perlu, menghemat air, memilah sampah, maupun mengumpulkkan daun untuk pupuk kompos. Pengaruh terapi berkebun dapat dijadikan alternative untuk menurunkan kesepian pada lansia, karena dengan berkebun dapat menjadikan lansia lebih produktif, lansia juga dapat menjadi stimulasi untuk lansia dapat bersosialisasi dan menjadikan harga diri lansia meningkat (Nurliana, Dkk, 2023).
- Lingkungan ramah TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) bagi lansia. Akses terhadap teknologi informasi akan memberikan kesempatan bagi lansia untuk dekat dengan keluarganya dan berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Dukungan keluarga pada lansia diperlukan untuk meningkatkan percaya diri lansia sehingga berminat mempelajari teknologi. Selain itu hambatan fisik seperti kurangnya kemampuan mengetik maupun keterbatasan penglihatan bisa di bantu melalui alat kesehatan sesuai kebutuhan lansia. Digitalisasi kehidupan sosial dan ekonomi memungkinkan para lansia tetap bekerja di masa depan karena banyak jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan banyak tenaga.
- Lingkungan mental spiritual. Untuk mewujudkan ketentraman batin ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh keluarga yakni: memastikan lansia menjaga kebersihan diri dan olahraga teratur sehingga memiliki perasaan positif, mendorong lansia berkegiatan atau bertemu teman secara rutin sehingga memiliki tempat saling bercerita. Keluarga dapat memfasilitasi lansia mendapatkan ketenangan batin melalui kesempatan beribadah maupun motivasi mendekatkan diri pada sang Pencipta dan memahami ajaran agama.
- Lingkungan sosial budaya. Keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan perlindungan sosial kepada lansia dari kekerasan dan pelecehan, mendorong partisipasi dan menghargai keberadaan lansia dalam kegiatan sosial. Dukungan sosial juga dibutuhkan agar lansia bisa terhubung dengan orang lain, memiliki kedekatan dengan orang lain dan kebersamaan di dalam kelompok. Disinilah peran keluarga sangat penting dibandingkan dukungan dari orang lain yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Adanya dukungan keluarga juga akan menurunkan risiko penyakit dan kematian pada lansia.
Permasalahan yang muncul pada kelanjutusiaan seperti risiko jatuh akibat lingkungan dan kondisi kesepian perlu diantisipasi untuk mewujudkan lansia yang sehat, aktif, produktif, dan bermartabat. Peran aktif keluarga dalam menjaga lingkungan beraktivitas yang sehat bagi lansia dapat mencegah risiko jatuh yang bisa berakibat pada cidera kepala, kecacatan hingga kematian. Penerapan dukungan keluarga dalam lingkungan mental spiritual dan sosial juga akan meningkatkan kebahagiaan secara psikologis dan meningkatkan kesehatan lansia. Diperlukan sosialisasi lebih banyak untuk meningkatkan peran keluarga tentang dimensi lansia tangguh dalam rangka mewujudkan ageing population yang merupakan bagian dari kekuatan pembangunan.
Sumber:
- Buku Pegangan Kader “Lansia Tangguh dengan Tujuh Dimensi” Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN 2023
- Statistik Penduduk Lanjut Usia 2023 Volume 20 Tahun 2023. Badan Pusat Statistik
- Buku Menyiapkan Pra Lansia Menjadi Lansia Tangguh, Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN Tahun 2019
- Peraturan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 4 Tahun 2023 Tentang “Petunjuk Teknis Proyek Prioritas Nasional Penguatan Pelayanan Ramah Lansia Melalui Tujuh Dimensi Lansia Tangguh dan Pendampingan Perawatan Jangka Panjang Bagi Lansia di Kelompok Kegiatan Bina Keluarga Lansia”.
- Widowati, Daruning Tyas, Susiana Nugraha, and Asyifa Robiatul Adawiyah. "Hubungan Faktor Risiko Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Jatuh Pada Lansia di Kota Bandung Tahun 2022." Jurnal Untuk Masyarakat Sehat (JUKMAS) 6.2 (2022): 168-176.
- Setiorini, Anggi. "Sarcopenia dan Risiko Jatuh pada Pasien Geriatri." Muhammadiyah Journal of Geriatric 2.1 (2021): 10-16.
- Nurlianawati, Lia, Widyawati Widyawati, and Tini Kurniasih. "Terapi Modalitas Berkebun terhadap Kesepian pada Lansia." Jurnal Penelitian Perawat Profesional 5.3 (2023): 1329-1334.
- Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia
- Fitriana, Eva, Rina Puspita Sari, and H. A. Y. G. Wibisono (2021). "Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesepian pada lansia." Nusantara Hasana Journal 1.5 : 97-104.
- Rudi, A., & Setyanto, R. B. (2019). Analisis faktor yang mempengaruhi risiko jatuh pada lansia. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 5(2), 162-166.
Isi naskah artikel yang dimuat pada Golantang seluruhnya menjadi tanggungjawab penulis atau di luar tanggungjawab panitia