Yuli Herowati (67), lansia penghuni UPTD Griya Werdha mengisi aktivitasnya dengan membaca buku di Pojok Baca Griya Werdha, Minggu (18/8/2019). Griya Werdha merupakan salah satu panti jompo milik Pemerintah Kota Surabaya yang berada di kawasan Jambangan, Surabaya.
Yuli Herowati (67), lansia penghuni UPTD Griya Werdha mengisi aktivitasnya dengan membaca buku di Pojok Baca Griya Werdha, Minggu (18/8/2019). Griya Werdha merupakan salah satu panti jompo milik Pemerintah Kota Surabaya yang berada di kawasan Jambangan, Surabaya.(KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN)

SURABAYA, KOMPAS.com - Lagu kebangsaan Indonesia Raya terdengar menggema di halaman Gedung Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Griya Werdha, salah satu panti jompo di kawasan Jambangan yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur. Sore itu, Minggu (18/8/2019), ratusan orang yang sudah lanjut usia (lansia) dengan suara lantangnya turut menyanyikan lagu ciptaan Wage Rudolf Soepratman secara bersamaan.

Di panti itu, pengelola membuat bazar dengan aneka menu makanan untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Republik Indonesia. Di balik kemeriahan itu, ada satu kisah menarik yang datang dari salah seorang lansia. Meski usianya sudah renta, ia tanpa kenal lelah selalu berusaha memberdayakan dirinya sendiri dan sesama lansia di sana. Kendati ada banyak anggapan bahwa panti jompo adalah tempat "pembuangan", ia menolak bersedih hati dengan hanya meratapi nasib hidupnya yang kelam.

Adalah Yuli Herowati (67), perempuan yang memiliki semangat tinggi dan selalu ingin produktif di usia senja. Ia memaklumi bahwa masih banyak lansia lainnya yang sudah tidak memiliki semangat untuk hidup. Menurut dia, dunia para lansia memang berbeda dengan orang-orang yang berusia jauh lebih muda.

"Tapi kita harus punya semangat, karena kehidupan mesti jalan terus. Dalam hatinya harus yakin, aku bisa, aku mampu. Kita hidup harus bersosialisasi, bukan malah menutup diri, banyak melamun. Itu justru membuat sakit itu meningkat," kata Yuli, mengawali perbincangan dengan Kompas.com. 

Ia menyampaikan, orang seusianya memang cenderung merasa tidak punya teman dan ditinggalkan keluarga. Namun, tidak demikian dengan Yuli. Ia lebih memilih mengisi kehidupan sehari-harinya untuk kegiatan-kegiatan positif dan bermanfaat. Yuli pun bercerita bahwa dia senang bila ada beberapa komunitas yang datang memberikan pelatihan, seperti belajar merajut dan pelatihan lainnya. Karena semangatnya itu, Yuli bahkan dipercaya menjadi kader untuk membantu para lansia di Posyandu Lansia hingga membimbing anak-anak Pendidikan Anak Sekolah Dini (PAUD), yang letaknya bersebelahan dengan UPTD Griya Werdha.

"Di posyandu saya membantu mbah-mbahnya (para lansia) nimbang. Membantu sesama teman-teman lansia. Kadang ada yang enggak bisa jalan. Kadang ada juga mbah yang tertutup, itu seharusnya tidak membuat kita terpuruk. Tapi karena Beliaunya sendiri yang merasa begitu, ya akhirnya beneran," ujar Yuli.

Kegiatan selama di PAUD dia isi dengan membantu para guru di sana, dengan membimbing anak-anak PAUD yang berjumlah 25 orang. Bantuan yang ia berikan disesuaikan dengan kemampuannya. Misalnya, membantu menempelkan gambar, mewarnai, hingga mendongengkan cerita. Yuli pun merasa senang dan tidak lagi kesepian, meski hidup seorang diri.

"Aku di PAUD seminggu cuma tiga kali, Selasa, Kamis dan Jumat. Kita merasa ada sedikit hiburan, jadi katakanlah anak-anak itu cucu buat kita, dan mereka itu masih perlu pendekatan," kata Yuli. Di PAUD tersebut, Yuli ditemani dua lansia lainnya. Yuli mengaku memang diminta oleh pihak panti untuk ikut membantu dan membimbing mereka.

"Bahwa kita atau mbah-mbah itu juga bisa memberikan sedikit pembelajaran," kata Yuli.

Cara pendekatan Yuli kepada anak-anak PAUD itu dilakukan memberikan apa pun yang disukai anak-anak. Dengan begitu, anak-anak menjadi dekat dan tidak canggung dengan orang tua seperti dirinya. Sebagai contoh, sebelum makan, anak-anak PAUD itu dipandu oleh Yuli untuk berdoa terlebih dahulu. Kemudian, Yuli dengan semangat juga mengajari anak-anak itu mewarnai.

Kesukaan Yuli pada anak kecil membuat ia dengan sukarela memberikan bentuk perhatian kepada anak-anak tersebut. "Dari segi itu kita tahu bahwa anak-anak memang perlu diperhatikan dengan betul. Kasihan kalau besok-besok tidak tahu apa-apa. Karena ada tipe orang, 'ah, sudah biarkan main-main sendiri'. Saya bilang jangan seperti itu, kasihan. Kita orang tua, harus merasa bertanggung jawab," kata dia.

Selama membantu membimbing anak-anak PAUD hingga memberdayakan sesama lansia di Posyandu Lansia, Yuli pun sempat dibukakan rekening bank. Meski begitu, ia tidak punya niat mendapat bayaran apa pun. Kegiatan yang ia lakukan selama di PAUD dan Posyandu Lansia datang atas rasa kepedulian dengan sesama.

"Kita juga tidak meminta dana, justru kalau bisa kita itu produktif dan kita masih mampu membuatkan sabun cuci tangan, bros, dan lain-lain," tutur Yuli. Selama di panti jompo itu, Yuli juga cukup aktif membantu sesama lansia lainnya dengan menyiapkan makanan, lantaran jumlah petugas di Griya Werdha terbatas. Ia pun dengan sigap menyiapkan makanan agar para lansia lainnya tetap bisa makan tepat waktu dan tidak sampai terlambat makan.

Kepedulian untuk sesama lansia

Hal yang mendorong Yuli tetap memiliki semangat hidup dilatarbelakangi ketika dirinya melihat banyak lansia yang cenderung tertutup dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Terkadang ada lansia yang ingin mengerjakan sesuatu, namun tidak tahu harus memulai dari mana. Bahkan, ada lansia yang suka melamun dan tidak memiliki gairah hidup sampai kesurupan.

"Banyak yang merasa hidup tertekan. Tapi dari sini lah saya selalu memberikan semangat dan gairah pada orang-orang yang seperti itu. Misalkan ketika tidak pernah dijenguk keluarga atau jarang dijenguk, langsung down. Tapi selalu saya beri semangat terus," ucap Yuli.

Ia mengaku tidak selalu mengobrol dengan setiap orang. Tetapi, saat melihat lansia lain dirundung masalah, ia langsung memberikannya semangat. Menurut dia, ada beberapa orang yang sering merasa diri sudah tidak dianggap lagi lantaran tak pernah dijenguk sama sekali oleh keluarganya. Yuli memahami dan ikut merasakan hal itu. Sebab, kesedihan yang dialami para lansia itu juga ia alami. Namun, ia berusaha menghilangkan perasaan sedih itu dengan kegiatan-kegiatan positif.

"Tapi terkadang orangnya, mbah-mbah itu tidak mau ikut seperti itu (berkegiatan). Memang membangunkan semangat dan gairah agar kita tidak selalu merasa terpuruk dan sendiri itu susah," kata dia.

Berikut catatan tulisan tangan Yuli untuk sejumlah mahasiswa:

Cucu-cucuku, masih terlintas wajah-wajah imut penuh dengan senyum. Kakek dan nenek hanya bisa mendoakan supaya kamu bisa menggapai cita-citamu.

Melangkah ke depan jadi dambaan orang tua.

Jadikan hidup itu untuk membuat bangga orangtua, untuk almamatermu.

Dekatlah dengan Tuhanmu, maka kamu akan mendapatkan yang ingin kamu dapatkan...

Sumber :