Dua perempuan lansia tengah berbincang di tenda evakuasi sementara di dekat Gunung Agung, kawasan Manggis, Bali, 1 Oktober 2017. (REUTERS/Darren Whiteside)
Dua perempuan lansia tengah berbincang di tenda evakuasi sementara di dekat Gunung Agung, kawasan Manggis, Bali, 1 Oktober 2017. (REUTERS/Darren Whiteside)

Pandemi telah menyebabkan orang-orang lanjut usia (lansia) di seluruh dunia semakin tersisih dari lingkungan sosial. Meskipun mereka umumnya adalah kelompok usia yang paling patuh pada PPKM dan menjauhkan diri dari kerumunan, namun para pakar menganjurkan lansia tetap berhubungan secara sosial demi kesehatan fisik dan mental mereka.

WHO dalam studinya baru-baru ini mengatakan salah satu penyebab stress pada lansia di seluruh dunia adalah rasa kesepian. Ini dikarenakan selama pandemi lansia yang tergolong kelompok rentan, harus lebih menjaga jarak sosial dan kerumunan. Tapi ada cara-cara baru bagi lansia untuk mempertahankan hubungan sosial ini selama pandemi.

Psikolog Ninuk Widyantori (Photo Courtessy).

 

Psikolog Ninuk Widyantori (Photo Courtessy).

Ninuk Widyantoro, psikolog senior Indonesia, menjelaskan kegiatan sosial lansia berbeda-beda berdasarkan kategori usia menurut psikologi sosial yaitu ; Young-Old (65-74 tahun), Old-Old (75-84 tahun) dan Oldest-Old (85 tahun ke atas).

Bersama tokoh HAM Saparinah Sadli, dan psikolog Agustine Dwiputri, Ninuk Widyantoro telah menerbitkan dua buku mengenai pengalaman pandemi yang memungkinkan para lansia tetap beraktivitas, berhubungan dan berkomunikasi satu sama lain.

"Yang buku pertama isinya cuma kegiatan apa saja, jadi mereka (lansia) saat itu masih baru belajar zoom, yang tadinya tidak ada, belajar video call, dan mencoba merubah, kalau Young Old, masih banyak yang bekerja yang beraktivitas sehingga mereka berupaya beradaptasi dengan teknologi baru itu, sedangkan yang Old -Old (75-84) tahun itu sebagian ada yang begitu ada yang tidak. Tapi yang Oldest Old itu kebanyakan memang lebih banyak di rumah," jelas Ninuk Widyantoro.

Psikolog senior ini menambahkan yang paling berat bagi lansia adalah masa yang mengharuskan mereka harus ada di rumah karena kerentanannya. Hal ini menghilangkan atau mengurangi kesempatan atau kebebasan untuk berinteraksi sosial. Padahal interaksi sosial ini penting karena merupakan salah satu kebutuhan paling mendasar bagi manusia.

dr. Elizabeth Jane Soepardi, pakar vaksinasi dan imunisasi Indonesia menambahkan selain memperoleh vaksinasi, dukungan keluarga dan generasi yang lebih muda penting agar lansia bisa tetap berinteraksi sosial selama pandemi.

Pakar imunisasi dan vaksinasi, dr. Elizabeth Jane Soepardi (Photo Courtesy)

 

Pakar imunisasi dan vaksinasi, dr. Elizabeth Jane Soepardi (Photo Courtesy)

"Orang resepnya panjang umur adalah teman, jadi pertemukanlah ini, mungkin ada reuni, alumni, buatkan zoom meeting, jadi bisa berdiskusi melalui zoom, yang muda-muda membantu agar lansia punya banyak kegiatan dan kesibukan," pesannya.

Meskipun menurut survei sebuah Lembaga Pendidikan di Indonesia, rasa kesepian lansia di Indonesia tidak separah di negara-negara lain, tapi dukungan anggota keluarga para lansia saat pandemi tetap menjadi hal yang sangat penting.

Pakar psikologi menganjurkan jalur-jalur komunikasi yang memungkinkan lansia tetap terhubung secara sosial.

“Telepon atau yang lainnya bisa diselenggarakan supaya, bagaimana caranya agar Ibu atau Bapak mereka itu tetap bisa berkomunikasi, diajak jalan-jalan yang tidak usah turun dari mobil misalnya. Kalau di rumah terus menerus, ya kalau rumahnya halamannya besar dan luas, itu menyenangkan kalau sempit kan tidak enak,” jelasnya.

Dukungan keluarga dan masyarakat kepada lansia untuk memastikan interaksi sosial, sebagaimana dikatakan dr Jane Soepardi diharapkan akan membuat lansia merasa bahagia, dan bahagia merupakan faktor penting yang meningkatkan imunitas. [my/em]

 

Made Yoni

Sumber :
https://www.voaindonesia.com/a/hubungan-sosial-penting-bagi-lansia-selama-pandemi-/6081826.html