Fisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran elektrofisiologik sel-sel otak selama tidur. Dengan menggunakan alat pemeriksaan penunjang Polisomnografi dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur. Stadium tidur diukur dengan polisomnografi - terdiri dari tidur REM (Rapid Eyes Movement/Gerakan Mata Cepat) terdiri dari 1 stadium dan NREM (Non Rapid Eyes Movement/gerakan mata tidak cepat), NREM disebut tidur Gelombang lambat (Slow Wave Sleep), terjadi karena aktivitas gelombang otak bergerak sangat lambat yang ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologi maupun metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah dan frekuensi nafas (Saputra, 2013). NREM terdiri dari 4 stadium yaitu stadium 1,2,3,4. Tidur NREM terjadi sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur, sisanya sekitar 20% sampai 25% dari tidur adalah fase tidur REM (Syara, 2015).
Kedua stadium ini bergantian dalam satu siklus yang berlangsung antara 70 – 120 menit. Secara umum ada 4-6 siklus NREM-REM yang terjadi setiap malam.
Stadium Tidur Normal Pada Dewasa
- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup (fase mengantuk), fase ini ditandai dengan tonus otot meningkat.
- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM, pada fase ini aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun.
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang Electroencephalogram (EEG) spesifik, tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun.
Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3, pada fase ini tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4, pada stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.
Gangguan Tidur Insomnia
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang dialami lansia. Menurut Nevid (2003) insomnia berasal dari kata In artinya tidak, dan Somnus yang berarti tidur. Sehingga insomnia dapat diartikan sebagai kondisi dimana tubuh tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur, baik dari segi kualitas tidur sampai waktu tidur (Kemenkes RI, 2019). Menurut National Sleep Foundation (2006), insomnia merupakan suatu gangguan tidur yang ditandai oleh kesulitan untuk tidur atau tetap tidur dalam waktu yang wajar, maupun keadaan bangun tidur yang tidak segar atau kualitas tidur yang buruk. Menurut The International Classification of Sleep Disorders-3 (ICSD-3), insomnia adalah kesulitan berulang dalam inisiasi tidur, durasi tidur, konsolidasi, atau kualitas tidur yang sebenarnya memiliki kesempatan adekuat untuk tidur, dan menimbulkan beberapa gejala di siang hari (Spriggs, 2014). Sedangkan kualitas tidur adalah suatu keadaan yang di jalani seseorang individu untuk mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun dari tidurnya (Darmojo, 2011).
Gangguan tidur di Indonesia menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun (Hasibuan & Hasna, 2021). Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lanjut usia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius (Rarasta et al., 2018). Prevalensi insomnia pada lanjut usia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Arifin et al., 2021).